puisi untuk istriku…

malam sudah larut sayang,

tidakkah kau lelah merias bulan dan menata bintang-bintang?

mari, rebahlah didadaku sekarang

kita nikmati tengah malam ini sebelum mentari datang

karena bila mentari nanti membentang siang

kita akan kehilangan waktu untuk terbang di awang-awang

sebab kita harus berkejaran dengan bayang-bayang

untuk menantang segala aral yang melintang

agar tercapai semua asa dengan gemilang

cinta maya

kau bisa membuatku gila, katamu suatu ketika

ah…aku bahkan tak mengenalmu selain foto dan nama yang belum tentu sebenarnya

sebab perkenalan kita pun tak disengaja dan hanya di dunia maya

tapi setiap hari telingaku harus menempel di telepon untuk menjawab setiap kata yang kau tanya

entah apa kabarku atau sedang apa bahkan sudah mandi atau tadi makan apa

hingga malam ini di ujung telepon kau nyanyikan untukku sebuah lagu yang katamu kau suka

dan aku pun tiba-tiba merasa ada yang tak wajar diantara kita

ah…adakah rasa yang nyata di dunia maya?

jejak kisah yang hilang

sore tadi di tempat kita dahulu pernah bertemu

aku berdiri dan sesekali kesana kemari melangkahkan kakiku

berharap menemukan gundukan tanah tempat kita duduk dahulu

sore tadi di tempat kita dahulu pernah bertemu

aku duduk dan sesekali menghisap rokok bak pecandu

berharap bisa mendapati baumu yang pernah menyegarkan jiwaku

sore tadi di tempat kita dahulu pernah bertemu

tak kutemukan apa-apa selain tembok-tembok yang menjulang menjilati langit biru

sore tadi di tempat kita dahulu pernah bertemu

tak kutemukan apa-apa selain gedung-gedung mewah dengan penjaga di depan pintu

DUSTA

kedua bola matamu menatap udara, hampa

sebab keduanya bingung harus turut yang mana

ketika mulut berkata kering sementara mata menatap samudera

dan mulut mengucap benci sementara hatimu menyimpan cinta

kedua bola matamu menatap udara, hampa

sebab keduanya bingung yang mana rupamu sebenarnya

ketika segala logikamu telah terkudeta harta

dan dibalik topeng kau sembunyikan rasa

R

menyusuri jejak kisah #2

di sisi-sisi batu gunung dan di batang-batang pinus itu pernah kuguratkan nama kita

dan di jalan setapak menuju puncak gunung sibayak itu pernah kupetik kembang liar untuk oleh-oleh kita

itu dulu, ketika kita masih muda dan mengartikan cinta hanya sebatas rasa suka

dan kini, ketika rasa suka saja tak cukup tuk memiliki cinta

masihkah di sisi-sisi batu gunung dan di batang-batang pinus itu nama kita ada?

masihkah dijalan setapak menuju puncak gunung itu ada kembang yang dulu pernah membuat kita terpesona?

masih ada kurasa, bila tangan-tangan liar tidak usil membuatnya tiada demi uang dan harta

seperti waktu tanganmu melambai karena semua inginmu tak bisa kubuat ada

R

menyusuri jejak kisah

senja masih perawan ketika kususuri alur sunyi dalam jejak waktu yang usang

dan kububuhi setiap titik kisah yang terlintas di pikiran dengan huruf-huruf yang terang

mulai dari bukit berkabut dan liku-liku sungai serta awan yang membuat bulan jadi belang hingga minuman kaleng dan martabak selai kacang

selalu seperti itu hingga tak sadar warna gelap telah terbentang

hingga senja tak lagi perawan akibat persetubuhannya dengan malam yang membuahkan bulan dan gemintang

dan kemudian huruf-huruf yang tercecer disepanjang kisah kita pun saling bertautan hingga puisi-puisi pun terpampang

R